Minggu, 03 Januari 2016

Kronostratigrafi

Rounded Rectangle: TEKNIK PERTAMBANGAN
013

TEKNIK PERTAMBANGAN
013


KEMETRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
 TEKNIK PERTAMBANGAN

MAKALAH
 KRONOSTRATIGRAFI
                         
 
Description: C:\Users\user\Pictures\LOGO BARU UNHALU.png





DI SUSUN OLEH :

AGUS PANJI VERDHA
F1B213003








KENDARI
2015



KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim assalmu alaikum wr.wb
            Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat-Nya kapada kita, terutama kesehatan dan kesempatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah diberikan. Tak lupa pula shalawat serta salam kita kirimkan semoga tercurahkan kapada baginda Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikut-Nya yang senantiasa berjuang dijalan-Nya.
Makalah kronostratigrafi sanggat diperlukan,untuk dipelajari karena merupakan cabang dari stratigrafi yang mempelajari umur strata batuan dalam hubungannya dengan waktu. Olehnya itu kami menyadari karena kurangnya referensi yang kami dapatkan dalam penyusunan, makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan didalamnya baik dari segi isi maupun penulisan. Untuk itu kami mengharapkan pengertiannya. Akhir kata, kami berharap semoga makala ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Kendari, 19 Maret 2015

Penulis


DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ........................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C.     Maksud Dan Tujuan ............................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kronostratigrafi..................................................................... 3   
B.     Satuan Kronostratigrafi........................................................................... 4
C.     Korelasi Kronostratigrafi......................................................................... 6
BAB III. PENUTUP
A.    Kesimpulan.............................................................................................. 7
B.     Saran........................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... iii






DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Stratigrafi
https://saifias.wordpress.com
http://pangerandshuluung.blogspot.com/2013/08/makalah-stratigrafi-mining-world.html
 



esplorasi geofisika metode magnetik

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI  DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN ILMU KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

GEOFISIKA TAMBANG

EKSPOLORASI GEOFISIKA MENGGUNAKAN METODE MAGNETIK DALAM PENENTUAN KANDUNGAN BIJIH LOGAM, EMAS DI DAERAH PAPANDAYAN KABUPATEN GARUT PROVINSI JAWA BARAT



OLEH :

AGUS PANJI VERDHA
F1B2 13 003





KENDARI
2016

Abstrak


Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dalam beberapa decade ini memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia dalam bidang teknologi terutama di bidang teknologi dalam Pertambangan yang memberikan dampak positif karena mengurangi kerugian dalam pelaksanaan dilapangan.ilmu yang dimaksud adalah eksplorasi geofisika.
Salah satu contoh penggunaan ilmu geofisika ini terdapat di daerah papandayan,garut,jawa barat.penggunaan metode ini bertujuan agar menafsirkan kerugian serta melihat striktur geologi bawah permukaan daerah papandayan.
Dalam dunia pertambangan cara metode geofisika dibagi da yaitu dengan cara logging dan pencitraan, cara logging dapat menentukan sifat batuan dinding bor,sementara teknik pencitraan geofisika dapat memetakan fitur dengan jarak puluhan atau ratusan meter dari sensor.
Pada daerah papandayan ini menggunakan eksplorasi geofisika dengan metode magmatic agar dapat lebih muda menentukan daerah penyebaran bijih logam yang menguntungkan bagi perusahaan tambang.









A.                 Pendahuluan

Salah satu tujuan eksplorasi menggunakan metode geofisika adalah mendapatkan mineral ekonomis. Mineral tersebut dapat berupa mineral logam, misalnya emas, perak, tembaga, timah, dan sebagainya. Metode yang biasa digunakan untuk eksplorasi emas adalah metodemagnetik. Metode magnetik adalah suatu metode geofisika yang mengukur intensitas medan magnetik total di suatu tempat. Analisis anomali medan magnet digunakan untuk menginterpretasi susebtibilitas struktur geologi yang menonjol pada daerah penelitian.Survei geologi yang dilakukan oleh PT. Aneka Tambang Jakarta di Blok Depok Kabupaten Trenggalek Jawa Timur menemukan urat kuarsa dalam singkapan  batuan. Dari sampel urat kuarsa yang ditemukan, setelah diuji dalam laboratorium mengandung bijih emas dan mineral sulfida logam lainnya. Mulyadi (2000) dapat menemukan penyebaran urat kuarsa yang mengandung bijih emas dan mineral-mineral sulfida logam pada daerah tersebut dengan menggunakan metode magnetik.Urat kuarsa merupakan salah satu jenis batuan metamorf yangterbentuk akibat adanya intrusi batuan beku yang menembus batuan sedimen dan terjadi aliran hidrotermal yang akan meningkatkan suhu dan tekanan pada  batuan tersebut sehingga terjadi mineralisasi . Batuan intrusi (batuan  beku) mempunyai harga suseptibilitas yang sangat tinggi sedangkan batuan sedimen mempunyai suseptibilitas rendah sehingga  batuan beku yang mengintrusi batuan sedimen akan mempunyai kontras suseptibilitas magnetik yang tinggi dengan  batuan sekitarnya. Didasarkan atas proses terbentuknya, maka keberadaan urat kuarsa dapat dikaitkan dengan keberadaan batuan intrusi.
Dari hasil penyelidikan geologi, daerah Papandayan Garut Jawa Barat, dikategorikan sebagai daerah yang memiliki prospek logam mulia (emas), karena di daerah ini secara umum dijumpai keberadaan urat-urat kuarsa. Dengan adanya informasi geologi tersebut maka dilakukan penyelidikan geofisika dengan menggunakan metode geomagnetik yang nantinya diharapkan dapat mendukung data geologi yang telah ada. Lokasi  penelitian berada di daerah Papandayan Garut Jawa Barat. Daerah ini terletak antara 786081 BT 9178110 LU (UTM) sampai 786262 BT 9177924 LU (UTM).



B.                 GEOLOGI REGIONAL
1.      Geologi
Bandung dan Garut yang dikompilasi oleh Ratman & Gafor (1998) menjadi peta geologi skala 1:500.000, tataan dan urutan batuan penyusun di wilayah Kabupaten Garut bagian utara didominasi oleh material vulkanik yang berasosiasi dengan letusan (erupsi) gunungapi, diantaranya erupsi G. Cikuray, G. Papandayan dan G. Guntur. Erupsi tersebut berlangsung beberapa kali secara sporadik selama periode Kuarter (2 juta tahun) lalu, sehingga menghasilkan material volkanis berupa breksi, lava, lahar dan tufa yang mengandung kwarsa dan tumpuk menumpuk pada dataran antar gunung di Garut. Batuan tertua yang tersingkap di lembah Sungai Cimanuk diantaranya adalah breksi volkanik bersifat basaltic yang kompak, menunjukan kemas terbuka dengan komponen berukuran kerakal sampai bongkah. Secara umum, batuan penyusun dataran antar gunung Garut didominasi oleh material volkaniklasik berupa alluvium berupa pasir, kerakal, kerikil, dan Lumpur.
2.      Topografi
Karakteristik topografi Kabupaten Garut: sebelah Utara terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan, sedangkan bagian Selatan (Garut Selatan) sebagian besar permukaannya memiliki tingkat kecuraman yang terjal dan di beberapa tempat labil. Kabupaten Garut mempunyai ketinggian tempat yang bervariasi antara wilayah yang paling rendah yang sejajar dengan permukaan laut hingga wilayah tertinggi d ipuncak gunung
3.      Geomorfologi
            Bentang alam Kabupaten Garut Bagian Utara terdiri dari atas dua aransemen bentang alam, yaitu: (1) dataran dan cekungan antar gunung berbentuk tapal kuda membuka ke arah utara, (2) rangkaian-rangkaian gunung api aktif yang mengelilingi dataran dan cekungan antar gunung, seperti komplek G. Guntur - G. Haruman - G. Kamojang di sebelah barat, G. Papandayan - G. Cikuray di sebelah selatan tenggara, dan G. Cikuray - G. Talagabodas - G.
C.                 AKUISISI DATA
1.      Cara pengambilan data dilapangan
Pengambilan data dilakukan dari tanggal 20 sampai 22 Februari 2008 di daerah Papandayan Garut Jawa Barat. Daerah ini terletak antara 786081 BT 9178110 LU (UTM) sampai 786262 BT 9177924 LU (UTM) dengan luas area 600 meter x 1100 meter. Daerah penelitian memiliki 921 titik pengukuran dengan spasi antar titik sebesar 5 meter. Pengukuran intensitas medan magnet total dilakukan menggunakan peralatan PPM ( Proton Precession Magnetometer ) yang dilengkapi dengan alat perekam intensitas medan magnet total. PPM ini juga dilengkapi dengan sensor noise yang akan  berbunyi jika terdapat banyak gangguan di sekitar lokasi pengukuran, seperti  pengukuran dekat pagar kawat, jaringan listrik, rumah, dan mobil. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua buah PPM. Satu unit PPM dioperasikan di base campsecara otomatis akan merekam data medan magnet total dengan selang waktu dua menit. Tujuan perekaman data dengan selang dua menit ini adalah untuk mendapatkan data variasi harian. Satu unit PPM yang dioperasikan di lapangan akan merekam intensitas medan magnet total.
2.      Anomali Medan Magnet
Anomali medan magnet dihasilkan oleh benda magnetik yang telah terinduksi oleh medan magnet utama bumi, sehingga  benda tersebut memiliki medan magnet sendiri dan ikut mempengaruhi besarnya medan magnet total hasil pengukuran. Variasi medan magnetik yang terukur di  permukaan merupakan target dari survei magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali magnetik berkisar ratusan sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang lebih besar dari 100.000 nT yang  berupa endapan magnetik. Secara garis  besar anomali ini disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnet induksi. Bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar, demikian juga sebaliknya. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar  pada magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetnya serta sangat rumit diamati karena berkaitan dengan  peristiwa kemagetan yang dialami sebelumnya. Sisa kemagnetan ini disebut dengan  Normal Residual Magnetism yang merupakan akibat magnetisasi medan utama. Dalam survei magnetik, adanya anomali magnetik menyebabkan perubahan medan magnet total bumi dan dapat dituliskan sebagai berikut :
HT = H0+ HL+ HA
dengan HT adalah medan magnetik total  bumi,
H0 adalah medan magnetik utama  bumi,
HL adalah medan magnetik luar  bumi,
HA adalah medan anomali magnetik.
Metode magnetik merupakan metode geofisika yang bekerja berdasarkan sifat-sifat magnetik batuan yang terdapat di  bawah permukaan bumi. Metode magnetik ini mengukur nilai anomali medan magnet  pada suatu area. Nilai anomali medan magnet yang diperoleh kemudian dipetakan dalam kontur anomali medan magnet. Analisis anomali medan magnet digunakan untuk menginterpretasi suseptibilitas struktur geologi yang menonjol pada daerah penelitian.












D.                 Pengelolaan data
Data hasil pengukuran di lapangan merupakan datamedan magnet total yang masih dipengaruhi oleh IGRF dan medan magnet luar. Untuk mendapatkan anomali medan magnet, maka pengaruh-pengaruh tersebut dihilangkan terlebih dahulu dengan melakukan koreksi IGRF dan koreksi variasi harian. Koreksi variasi hariandilakukan dengan menambahkan atau mengurangkan besar data variasi harian. Jika variasi harian bernilai positif maka dilakukan operasi pengurangan, dan jika bernilai negatif maka dilakukan operasi penjumlahan. Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh, dibuat peta anomali medan magnet menggunakan programSurfer version 8 yang menunjukkan hubungan antara posisi pengukuran dan nilai anomali medan magnet total. Pada peta anomali tersebut nantinya terdapat pasangan kontur dan anomali medan magnet yang terlihat masih dipengaruhi oleh pengaruh lokal.



                   Gambar diagram metode magnetik





E.                 Interpretasi Data
1.       Interpretasi Kualitatif 
            Gambar peta anomaly garis kontur

Interpretasi secara kualitatif dilakukan dengan menganalisa kontur anomali medan magnet total hasil kontinuasi ke atas dan kontur anomali medan magnet total yang sudah direduksi ke kutub. Sayatan-sayatan  pada peta anomali kontinuasi 150 meter ditunjukkan pada gambar di atas. Secara kualitatif peta anomali pada gambar di atas menunjukan penyebaran pasangan kontur. Penentuan pasangan ini didasarkan  pada kecenderungan arah grid masing-masing pasangan kontur pola tertutup dan terlihat mempunyai gradien anomali yang lebih tajam dari daerah sekitarnya.Pasangan pola kontur tertutup yang  pertama yaitu sayatan A-B, pasangan pola kontur kedua yaitu sayatan C-D, pasangan  pola kontur ketiga yaitu sayatan E-F, dan  pasangan pola kontur keempat yaitu sayatan G-H.
2.      Interpretasi Kuantitatif 
Interpretasi kuantitatif dilakukan dengan pemodelan benda anomali menggunakan metode 2D yang dibuat dalam suatu paket program Geomodel . Pemodelan dilakukan pada anomali medan magnet total yang telah dikontinuasi setinggi 150 m. Untuk melakukan interpretasi secara kuantitatif, sebelumnya data anomali medan magnet kontinuasi ke atas disayat terlebih dahulu. Sayatan A–B  Sayatan A-B (ditarik dari koordinat 786160 BT 9178130 LU (UTM) hingga 786670BT 9178350 LU (UTM). Sayatan ini menghasilkan profil geologi bawah permukaan berupa batuan  penyusun Papandayan yang disajikan pada gambar di atas.Enam buah poligon sebagai hasil  pemodelan sayatan A-B diperoleh dengan menggunakan  software Geomodel . Poligon I (warna biru) mempunyai nilai suseptibilitas 1x 10-5 dalam sistem emu. Poligon II (warna merah) mempunyai nilai suseptibilitas 0,0135 dalam sistem emu. Poligon III (warna kuning) mempunyai nilai suseptibilitas 0,010 dalam sistem emu. Poligon IV (warna cokelat) mempunyai nilai suseptibilitas 0,013 dalam sistem emu. Poligon V (warna hijau) mempunyai nilai suseptibilitas 7 x 10-5 dalam sistem emu. Dan poligon VI (warna abu-abu) mempunyai nilai suseptibilitas 8 x 10-5 dalam sistem emu.Hasil pemodelan sayatan A-B yaitu  batuan penyusun Papandayan berupa  batuan yang berasal dari batuan tuff ,  batuan andesit, batuan porfiri, batuan intrusi (beku), dan batuan sedimen. Batuan tuff sebagai lapisan paling atas dengan  Rian Arifan Kahfi danTony Yulianto Identifikasi Struktur Lapisan Bawah. 132suseptibilitas 1 x 10-5dalam sistem emu. Batuan andesit mulai pada kedalaman 15 m dengan suseptibilitas 0,0135 dalam sistem emu. Batuan porfiri mulai pada kedalaman 68 m dengan nilai suseptibilitas 0,010 dalam sistem emu, batuan intrusi (beku) mulai pada kedalaman 66 m dengan nilai suseptibilitas 0,013 dalam sistem emu, batuan sedimen mulai pada kedalaman 79 m dengan nilai suseptibilitas 7x 10-5dalam sistem emu, dan batuan sedimen mulai pada kedalaman 241 m dengan nilai suseptibilitas 8 x 10-5dalam sistem emu.Prospek emas diperkirakan terdapat pada poligon III (warna kuning) yang diinterpretasikan sebagai zona ubahan silisifikasi. Poligon III dari model 2D pada gambar 8terletak di antara anomali rendah dan anomali tinggi. Volume batuan porfiri yaitu ± 5579,95 m3.2. Sayatan C–D, Sayatan C-D ditarik dari koordinat 785730 BT 9178050 LU (UTM) hingga 785980 BT 9178340 LU (UTM). Sayatan ini menghasilkan profil geologi bawah  permukaan berupa struktur geologi bawah  permukaan di Papandayan. Enam buah  poligon sebagai hasil pemodelan sayatan C-D diperoleh dengan menggunakan software Geomodel . Poligon I (warna biru) mempunyai nilai suseptibilitas 1 x 10-5 dalam sistem emu. Poligon II (warna merah) mempunyai nilai suseptibilitas 0,0135 dalam sistem emu. Poligon III (warna kuning) mempunyai nilai suseptibilitas 0,010 dalam sistem emu. Poligon IV (warna cokelat) mempunyai nilai suseptibilitas 0,013 dalam sistem emu. Poligon V (warna hijau) mempunyai nilai suseptibilitas 7 x 10-5dalam sistem emu. Dan poligon VI (warna abu-abu) mempunyai nilai suseptibilitas 8 x 10-5 dalam sistem emu.Hasil pemodelan sayatan C-D yaitu  batuan penyusun Papandayan berupa  batuan yang berasal dari batuan tuff ,  batuan andesit, batuan porfiri, batuan intrusi (beku), batuan sedimen, dan batuan sedimen. Batuan tuff sebagai lapisan paling atas dengan suseptibilitas 1 x 10-5 dalam sistem emu. Batuan andesit mulai pada kedalaman 15 m dengan suseptibilitas 0,0135 dalam sistem emu. Batuan porfiri mulai pada kedalaman 63 m dengan nilai suseptibilitas 0,010 dalam sistem emu,  batuan intrusi (beku) mulai pada kedalaman 66 m dengan nilai suseptibilitas 0,013 dalam sistem emu, batuan sedimen mulai pada kedalaman 80 m dengan nilai suseptibilitas 7 x 10-5 dalam sistem emu, dan batuan sedimen mulai pada kedalaman 283m dengan nilai suseptibilitas 8 x 10-5 dalam sistem emu.Prospek emas diperkirakan terdapat  pada poligon III (warna kuning) yang diinterpretasikan sebagai zona ubahan silisifikasi. Poligon III dari model 2D pada gambar 8terletak di antara anomali rendahdan anomali tinggi. Volume batuan porfiri yaitu ± 1188,9 m3.3. Sayatan E–FSayatan E-F (Gambar 7) ditarik dari koordinat 786010 BT 9177770 LU (UTM) hingga 786240 BT 9178040 LU (UTM). Sayatan ini menghasilkan profil geologi bawah permukaan berupa struktur geologi bawah permukaan di Papandayan. Enam buah poligon sebagai hasil  pemodelan sayatan E-F diperoleh dengan menggunakan  software Geomodel . Poligon I (warna biru) mempunyai nilai suseptibilitas 1x10-5dalam sistem emu. Poligon II (warna merah) mempunyai nilai suseptibilitas 0,0135 dalam sistem emu. Poligon III (warna kuning) mempunyai nilai suseptibilitas 0,010 dalam sistem emu. Poligon IV (warna cokelat) mempunyai nilai suseptibilitas 0,013 dalam sistem emu. Poligon V (warna hijau) mempunyai nilai suseptibilitas 7 x 10-5
dalam sistem emu. Dan poligon VI (warna abu-abu) mempunyai nilai suseptibilitas 8 x 10-5
dalam sistem emu.Hasil pemodelan sayatan E-F yaitu  batuan penyusun Papandayan berupa  batuan yang berasal dari batuan tuff ,  batuan andesit, batuan porfiri, batuan intrusi (beku), batuan sedimen.













KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di daerah papandayan,garut jawa barat dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Struktur geologi bawah permukaan di Papandayan yaitu batuan tuff dengan nilai suseptibilitas 1 x 10-dalam sistem emu, batuan andesit dengan nilai suseptibilitas 0,0135 dalam sistem emu,  batuan porfiri dengan nilai suseptibilitas 0,010 dalam sistem emu, batuan intrusi (beku) dengan nilai suseptibilitas 0,013 dalam sistem emu, batuan sedimen dengan nilai suseptibilitas 7 x 10-5dalam sistem emu, dan batuan sedimen dengan nilai suseptibilitas 8 x 10-5dalam sistem emu.
2. Batuan porfiri merupakan prospek emas yang diinterpretasikan sebagai zona ubahan silisifikasi.






















DAFTAR PUSTAKA

(di akses pada tanggal 26 Desember pukul 11:00 WITA)
(di akses pada tanggal 26 desember pukul 10:30 WITA)

Penyebaran Batu bara

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

GEOFISIKA TAMBANG

IDENTIFIKASI PENYEBARAN DAN KETEBALAN BATUBARA  MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS PADA DAERAH MASSENRENGPULU KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE,PROVINSI SULAWESI SELATAN





AGUS PANJI VERDHA
F1B2 13 003






KENDARI
2016



Abstrak
            Paper ini menjelaskan mengenai eksplorasi batubara dengan menggunakan metode geofisika. Dimana, Eksplorasi adalah penyelidikan geologi yang dilakukan untuk mengidentifikasi, menentukan lokasi, ukuran, bentuk, letak, sebaran, kuantitas, dan kualitas suatu endapan bahan galian untuk kemudian dapat dilakukan analisis/kajian kemungkinan dilakukannya penambangan. Sedangkan batubara adalah bahan galian yang dapat terbakar yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan melalui fase penggambutan dan pembatbaraan. Jadi eksplorasi batubara yaitu suatu kegiatan penyelidikan, penjelajahan serta penjajakan bahan galian batubara yang dimulai dari kegiatan prospeksi sampai didapatkan cadangannya yang nantinya akan dilakukan penambangan. Eksplorasi batubara dengan menggunakan metode geofisika terbagi atas beberapa metode yang berupa metode geolistrik, metode seismic, metode gravity, metode magnetic, serta metode GPR. Metode geolistrik atau metode resistivity yaitu metoda yang menggunakan medan potensial listrik bawah permukaan sebagai objek pengamatan utamanya. Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan ‘sumber’ seismik (palu, ledakan,dll). Metode ground penetrating radar atau georadar merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari kondisi bawah permukaan berdasarkan sifat elektromagnetik dengan menggunakan gelombang radio dengan frekuensi antara 1-1000 MHz. Metode Gravity adalah salah satu metode eksplorasi dalam geofisika, yang memenfaatkan sifat daya tarik antar benda yang didapat dari densitasnya. Survey magnetik merupakan metoda eksplorasi geofisika yang mengukur medan magnet bumi di setiap titik yang ada di muka bumi.








A.                PENDAHULUAN
Kemajuan dunia, khususnya di bidang industri dewasa ini semakin meningkat dengan adanya penemuan –penemuan bahan tambang baik logam maupun non logam yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan baku industri yang berada di berbagai tempat di belahan dunia khususnya yang berada di wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia. Untuk mengikuti perkembangan tersebut, maka perlu diadakan kegiatan penyelidikangeologi umum, baik yang sifatnya hanya peninjauan umum maupun yang sifatnya sudah tahap penyelidikaneksplorasi dan bila prospek menunjukkan potensi yang bisa dikembangkan, maka selanjutnya kegiatan surveiditingkatkan lebih detail untuk mengungkap keberadaan bahan galian di daerah yang akan dikembangkantersebut. Dalam menentukan objek dan lokasi penyelidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, dankemungkinan pemanfaatannya bagi pengelola dan masyarakat seluruhnya secara umum harus dilibatkan dan turutmerasakan kemajuan yang ada.Pemanfaatan batubara sebagai bahan baku industri menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan yang dipacu oleh kenaikan harga BBM yang semakin tidak menentu. Batubara banyak digunakan sebagai bahan pembangkit,sumber tenaga maupun sebagai bahan untuk industri kecil. Dari hasil penyelidikan dalam pencarian endapanmineral tertentu, dijumpai bahwa keterdapatan endapan mineral tertentu berada juga pada suatu tempat dankondisi geologi tertentu. Hal tersebut dipengaruhi oleh genesa atau proses kejadian mineral tersebut. Prosesgeologi yang berlangsung sering diikuti oleh pembentukan cebakan mineral dimana pada kondisi dan tempattertentu cebakan tersebut sering bersifat ekonomis maupun tidak ekonomi.



B.                 GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN
Pulau Sulawesi terbentuk di sepanjang zona tumbukan Neogen antara Lempeng Benua Eurasia dan fragmen-fragmen benua mikro yang berasal dari Lempeng Australia (Hamilton, 1979 dan Hutchitson, 1989), (Gambar 18-2).
Secara umum struktur geologi (sesar dan pelipatan) di daerah Sulawesi banyak dipengaruhi oleh Mintakat Geologi Banggai-Sula yang merupakan fragmen benua. Fragmen benua ini asal-mulanya dari tepi Benua Australia, yang mulai memisahkan diri akibat adanya pemekaran pada Perm-Trias dan kemudian terpisah dari bagian utara Irian Jaya dan bergerak ke arah barat, yang selanjutnya membentur Sulawesi Timur pada Miosen Tengah-Akhir, dan menyatu dengan Busur Magmatik Sulawesi Barat pada Mio-Pliosen. Dalam perjalanannya fragmen-fragmen benua tersebut mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, sehingga benturannya dengan Pulau Sulawesi waktunya tidak sama, hal ini diindikasikan oleh umur endapan molasa yang  bervariasi dari Miosen Awal-Pliosen.
Kondisi Geologi Regional Daerah Massenrengpulu didasarkan pada Peta Geologi Lembar Pangkajene dan Bone Bagian Barat (1982), oleh Rab Sukamto. Berdasarkan pembagian satuan morfologi secara regional maka daerah Penelitian ini secara khusus hanya dapat dibagi menjadi satu satuan morfologi, yaitu ; Satuan morfologi pedataran bergelombang. Satuan morfologi ini menempati lokasi secara keseluruhan wilayah penelitian di Daerah Desa Massenrengpulu Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan.
Ketinggian rata-rata satuan ini berkisar antara 75 – 200 meter di atas muka laut. Puncak tertinggi yaitu Bulu Taipa (209 m) yang berada di sebelah barat laut lokasi penelitian. Secara umum pola aliran sungai di daerah ini adalah dendritik. Stadia sungai pada umumnya muda menjelang dewasa dicirikan dengan bentuk penampang dinding sungai berupa antara huruf “V” dan ”U” dengan sungai utama yang mengalir di tengah lokasi penelitian adalah Sungai Ulaweng yang merupakan anak sungai Walanae.
·         Litologi
Berdasarkan susunan litologi (batuan) di daerah penelitian, maka kondisi stratigrafinya dapat dijelaskan berdasarkan formasi batuan yang menyusun daerah penelitian dan sekitarnya dari batuan yang berumur paling tua hingga paling muda adalah sebagai berikut:
·         Formasi Balangbaru (Kb), formasi ini terdiri dari sedimen flis yang didapatkan secara setempat-setempat di bagian tengah daerah ini dan berumur Kapur, diduga tertindih secara tidak selaras dengan FormasiMallawa.
·         Formasi Mallawa (Tem), formasi ini terdiri dari batupasir, konglomerat, batulempung dan setempat ditemukan adanya lapisan batubara yang penyebarannya di bagian tengah daerah ini berumur Miosen – Eosen serta tertindih secara selaras dengan Formasi Tonasa.
·         Formasi Tonasa (Temt), formasi ini terdiri dari: Batugamping; Formasi Tonasa yaitu terdiri dari batugamping koral pejal, sebagian terhamburkan, berwarna putih dan kelabu muda; batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna putih, coklat muda dan kelabu muda, sebagian berlapis baik, berselingan dengan napal globigerina tufaan; bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan batugamping pasiran. Formasi ini tersebar di bagian tengah memanjang timur barat yang berumur Miosen Awal, diduga tertindih secara tidak selaras dengan Formasi Camba.
·                     Formasi Camba (Tmc), formasi ini terdiri dari batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi. Formasi Camba yaitu terdiri dari batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunung api, batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir dan batulempung; bersisipan napal, batugamping, dan batubara. Warna beraneka dari putih, coklat, merah, kelabu muda sampai kehitaman, umumnya mengeras kuat; berlapis-lapis dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufa berbutir halus hingga lapili. Tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit. Batugamping pasiran mengandung koral dan moluska; batulempung kelabu tua dan napal mengandung fosil foram kecil; sisipan batubara setebal 30 - 50 cm. Berumur Miosen Akhir.





















C.                AKUSISI DATA PENELITIAN
Cara pengambilan data dilapangan
1. Pengukuran data lapangan diambil dengan system sounding sebanyak 7 titik duga (titik GL.14 sampai dengan titik GL.20), dengan panjang bentangan kabel (2 x 150meter).
2. Dari 7 titik sounding geolistrik, kemudian dibuat menjadi 6 penampang korelasi dari titik-titik sounding tersebut sepanjang lokasi yang mempunyai potensi lapisan batubara.
3. Hasil perhitungan dan analisis software res2dinv kemudian dinasabahkan dengan data geologi lokal dan regional daerah penelitian, sehingga akurasi ketebalan dan keterdapatan lapisan batubara akurat.
Pengolahan data hasil perhitungan pengukuran geolistrik resistivity dilakukan di Laboratorium Geologi Laut dan Geofisika Jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.    Data yang diperoleh dari pengukuran berupa harga besar arus (I) dan beda potensial (V) titik pengamatan.
2.    Harga resistivitas semu dihitung dari faktor konfigurasi pengukuran dan perbandingan harga beda potensial (V) dan kuat arus (I) pengukuran.
3.    Harga resistivitas semu yang telah didapatkan dari perhitungan lapangan dipetakan terhadap kedalaman semu, kemudian dimasukkan ke dalam program SURFER untuk melakukan konturing sehingga diperoleh penampang harga resistivitas semu terhadap semua kedalaman semu untuk setiap lintasan pengukuran di titik geolistrik tersebut.
4.    Penampang resisitivitas semu di atas digunakan untuk menginterpolasi data resisitivitas semu ideal dengan asumsi bahwa perlapisan bawah permukaan antar titik pengukuran saling berhubungan.
5.    Hasil interpolasi dijadikan input untuk memasukkan data ke dalam program RES2DINV untuk melakukan  pemodelan lapisan resistivitas tanah bawah permukaan dengan bantuan komputer.
6.    Pemodelan resistivitas bawah permukaan dilakukan dengan menggunakan inversi metode sehingga untuk setiap lintasan akan diperoleh penampang model perlapisan resistivitas listrik bawah permukaan, dengan menentukan nilai resistivity lapisan batubara berdasarkan hasil pengukuran nilai Resisitivity di atas lapisan  batubara tersebut di lapangan.
















D.                PENGELOLAAN DATA
Pelaksanaan pengukuran geolistrik  resistivity  di daerah Masserengpulu dilakukan sebanyak 7 titik sounding dengan menghasilkan 6 buah penampang resistivity yang disebar pada lokasi daerah singkapan batubara, sekitar lokasi singkapan dan daerah yang diperkirakan masih mempunyai potensi lapisan batubara.
Hasil penampang  resistivity  berdasarkan pengolahan  software Res2dinv dan penasabahan data geologi di daerah  penelitian menghasilkan gambaran potensi lapisan batubara di daerah Massenrengpulu yang secara umum dapat dijelaskan secara detail untuk tiap lintasan pengukuran sebagai berikut :
a.Lintasan 1 pada titik GL.14
Titik GL.14 yang menghasilkan lintasan 1 penampang resistivity dapat dijelaskan bahwa sebaran nilai resistivitas  bawah permukaan yang ditandai oleh variasi warna pada gambar dibawah lapisan batubara berada pada kedalaman antara 7.5  – 10 meter di bawah permukaan (warna hitam), dengan ketebalan rata-rata sekitar 2.5 meter yang tidak menerus tetapi diperkirakan terdapat hanya secara setempat-setempat.
    

Gambar lintasan  hasil pengukuran geolisitrik Titik GL-14 di daerah   massenrenpulu
E.                 INTERPRETASI DATA
Berdasarkan hasil pemetaan geologi setempat diketahui luas areal pelamparan yang mempunyai sisipan lapaisan  batubara sekitar 120 Ha dengan persentasi areal yang mengandung lapisan sekitar 15%. Ketebalan rata-rata lapisan batubara di Daerah ini dari total dua lapisan hanya sekitar 2,5 meter, dan berat jenis batubara itu sendiri adalah sebesar 1,3 ton/m3.
 Berdasarkan data luas penyebaran batubara (120 Ha x 15%) di kali dengan ketebalan rata-rata lapisan batubara (2,5 meter) serta berat jenis batubara, maka jumlah cadangan batubara di Daerah Massenrengpulu hanya sekitar 0,585 juta ton dengan kualitas secara pengamatan makro berupa bituminous.
                               
                              
Gambar  peta di atas adalah gambar daerah massenrengpulu kecamatan lamuru,provinsi
Sulawesi seletan.
F.                 KESIMPULAN
     Dari penelitian yang dilakukan menggunakan mettode magmatic untuk menentukan kandungan batubara di daeran massenrengpulu kecamatan lamuru,kabupaten bone provinsi Sulawesi selatan dimana Lapisan batubara yang terindikasi di Daerah Massenrengpulu, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone terdapat sebagai sisipan di batulempung pada Formasi Mallawa dengan ketebalan yang bervariasi. Singkapan batubara di Daerah Massenrengpulu kedudukan relatif barat laut – tenggara dan kemiringannya 5- 23, ketebalan agak tipis antara 0,56 – 1,76 meter, ciri-ciri batubara di lokasi ini berwarna kusam kehitaman, melapuk dan banyak pecah-pecah dengan pecahannya menyudut, sebagian konkoidal, mengandung oksida besi.













DAFTAR PUSTAKA
www://academia.edu/Analisis-Potensi-Cadangan-Batubara memakai metode magnetic (di akses pada tanggal 25 desember 2015 pukul 01:00)
www://download.portalgaruda.org/ Identifikasi Penyebaran Dan Ketebalan Batubara  Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas, 2008. ( Diakses tanggal 25 Desember 2015 Pukul 12:30)