Minggu, 03 Januari 2016

Penyebaran Batu bara

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

GEOFISIKA TAMBANG

IDENTIFIKASI PENYEBARAN DAN KETEBALAN BATUBARA  MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS PADA DAERAH MASSENRENGPULU KECAMATAN LAMURU KABUPATEN BONE,PROVINSI SULAWESI SELATAN





AGUS PANJI VERDHA
F1B2 13 003






KENDARI
2016



Abstrak
            Paper ini menjelaskan mengenai eksplorasi batubara dengan menggunakan metode geofisika. Dimana, Eksplorasi adalah penyelidikan geologi yang dilakukan untuk mengidentifikasi, menentukan lokasi, ukuran, bentuk, letak, sebaran, kuantitas, dan kualitas suatu endapan bahan galian untuk kemudian dapat dilakukan analisis/kajian kemungkinan dilakukannya penambangan. Sedangkan batubara adalah bahan galian yang dapat terbakar yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi yang terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan melalui fase penggambutan dan pembatbaraan. Jadi eksplorasi batubara yaitu suatu kegiatan penyelidikan, penjelajahan serta penjajakan bahan galian batubara yang dimulai dari kegiatan prospeksi sampai didapatkan cadangannya yang nantinya akan dilakukan penambangan. Eksplorasi batubara dengan menggunakan metode geofisika terbagi atas beberapa metode yang berupa metode geolistrik, metode seismic, metode gravity, metode magnetic, serta metode GPR. Metode geolistrik atau metode resistivity yaitu metoda yang menggunakan medan potensial listrik bawah permukaan sebagai objek pengamatan utamanya. Metode seismik merupakan salah satu bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan dalam metode geofisika aktif, dimana pengukuran dilakukan dengan menggunakan ‘sumber’ seismik (palu, ledakan,dll). Metode ground penetrating radar atau georadar merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari kondisi bawah permukaan berdasarkan sifat elektromagnetik dengan menggunakan gelombang radio dengan frekuensi antara 1-1000 MHz. Metode Gravity adalah salah satu metode eksplorasi dalam geofisika, yang memenfaatkan sifat daya tarik antar benda yang didapat dari densitasnya. Survey magnetik merupakan metoda eksplorasi geofisika yang mengukur medan magnet bumi di setiap titik yang ada di muka bumi.








A.                PENDAHULUAN
Kemajuan dunia, khususnya di bidang industri dewasa ini semakin meningkat dengan adanya penemuan –penemuan bahan tambang baik logam maupun non logam yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan bahan baku industri yang berada di berbagai tempat di belahan dunia khususnya yang berada di wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia. Untuk mengikuti perkembangan tersebut, maka perlu diadakan kegiatan penyelidikangeologi umum, baik yang sifatnya hanya peninjauan umum maupun yang sifatnya sudah tahap penyelidikaneksplorasi dan bila prospek menunjukkan potensi yang bisa dikembangkan, maka selanjutnya kegiatan surveiditingkatkan lebih detail untuk mengungkap keberadaan bahan galian di daerah yang akan dikembangkantersebut. Dalam menentukan objek dan lokasi penyelidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, dankemungkinan pemanfaatannya bagi pengelola dan masyarakat seluruhnya secara umum harus dilibatkan dan turutmerasakan kemajuan yang ada.Pemanfaatan batubara sebagai bahan baku industri menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan yang dipacu oleh kenaikan harga BBM yang semakin tidak menentu. Batubara banyak digunakan sebagai bahan pembangkit,sumber tenaga maupun sebagai bahan untuk industri kecil. Dari hasil penyelidikan dalam pencarian endapanmineral tertentu, dijumpai bahwa keterdapatan endapan mineral tertentu berada juga pada suatu tempat dankondisi geologi tertentu. Hal tersebut dipengaruhi oleh genesa atau proses kejadian mineral tersebut. Prosesgeologi yang berlangsung sering diikuti oleh pembentukan cebakan mineral dimana pada kondisi dan tempattertentu cebakan tersebut sering bersifat ekonomis maupun tidak ekonomi.



B.                 GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN
Pulau Sulawesi terbentuk di sepanjang zona tumbukan Neogen antara Lempeng Benua Eurasia dan fragmen-fragmen benua mikro yang berasal dari Lempeng Australia (Hamilton, 1979 dan Hutchitson, 1989), (Gambar 18-2).
Secara umum struktur geologi (sesar dan pelipatan) di daerah Sulawesi banyak dipengaruhi oleh Mintakat Geologi Banggai-Sula yang merupakan fragmen benua. Fragmen benua ini asal-mulanya dari tepi Benua Australia, yang mulai memisahkan diri akibat adanya pemekaran pada Perm-Trias dan kemudian terpisah dari bagian utara Irian Jaya dan bergerak ke arah barat, yang selanjutnya membentur Sulawesi Timur pada Miosen Tengah-Akhir, dan menyatu dengan Busur Magmatik Sulawesi Barat pada Mio-Pliosen. Dalam perjalanannya fragmen-fragmen benua tersebut mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, sehingga benturannya dengan Pulau Sulawesi waktunya tidak sama, hal ini diindikasikan oleh umur endapan molasa yang  bervariasi dari Miosen Awal-Pliosen.
Kondisi Geologi Regional Daerah Massenrengpulu didasarkan pada Peta Geologi Lembar Pangkajene dan Bone Bagian Barat (1982), oleh Rab Sukamto. Berdasarkan pembagian satuan morfologi secara regional maka daerah Penelitian ini secara khusus hanya dapat dibagi menjadi satu satuan morfologi, yaitu ; Satuan morfologi pedataran bergelombang. Satuan morfologi ini menempati lokasi secara keseluruhan wilayah penelitian di Daerah Desa Massenrengpulu Kecamatan Lamuru Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan.
Ketinggian rata-rata satuan ini berkisar antara 75 – 200 meter di atas muka laut. Puncak tertinggi yaitu Bulu Taipa (209 m) yang berada di sebelah barat laut lokasi penelitian. Secara umum pola aliran sungai di daerah ini adalah dendritik. Stadia sungai pada umumnya muda menjelang dewasa dicirikan dengan bentuk penampang dinding sungai berupa antara huruf “V” dan ”U” dengan sungai utama yang mengalir di tengah lokasi penelitian adalah Sungai Ulaweng yang merupakan anak sungai Walanae.
·         Litologi
Berdasarkan susunan litologi (batuan) di daerah penelitian, maka kondisi stratigrafinya dapat dijelaskan berdasarkan formasi batuan yang menyusun daerah penelitian dan sekitarnya dari batuan yang berumur paling tua hingga paling muda adalah sebagai berikut:
·         Formasi Balangbaru (Kb), formasi ini terdiri dari sedimen flis yang didapatkan secara setempat-setempat di bagian tengah daerah ini dan berumur Kapur, diduga tertindih secara tidak selaras dengan FormasiMallawa.
·         Formasi Mallawa (Tem), formasi ini terdiri dari batupasir, konglomerat, batulempung dan setempat ditemukan adanya lapisan batubara yang penyebarannya di bagian tengah daerah ini berumur Miosen – Eosen serta tertindih secara selaras dengan Formasi Tonasa.
·         Formasi Tonasa (Temt), formasi ini terdiri dari: Batugamping; Formasi Tonasa yaitu terdiri dari batugamping koral pejal, sebagian terhamburkan, berwarna putih dan kelabu muda; batugamping bioklastika dan kalkarenit, berwarna putih, coklat muda dan kelabu muda, sebagian berlapis baik, berselingan dengan napal globigerina tufaan; bagian bawahnya mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan batugamping pasiran. Formasi ini tersebar di bagian tengah memanjang timur barat yang berumur Miosen Awal, diduga tertindih secara tidak selaras dengan Formasi Camba.
·                     Formasi Camba (Tmc), formasi ini terdiri dari batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi. Formasi Camba yaitu terdiri dari batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunung api, batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir dan batulempung; bersisipan napal, batugamping, dan batubara. Warna beraneka dari putih, coklat, merah, kelabu muda sampai kehitaman, umumnya mengeras kuat; berlapis-lapis dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufa berbutir halus hingga lapili. Tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit. Batugamping pasiran mengandung koral dan moluska; batulempung kelabu tua dan napal mengandung fosil foram kecil; sisipan batubara setebal 30 - 50 cm. Berumur Miosen Akhir.





















C.                AKUSISI DATA PENELITIAN
Cara pengambilan data dilapangan
1. Pengukuran data lapangan diambil dengan system sounding sebanyak 7 titik duga (titik GL.14 sampai dengan titik GL.20), dengan panjang bentangan kabel (2 x 150meter).
2. Dari 7 titik sounding geolistrik, kemudian dibuat menjadi 6 penampang korelasi dari titik-titik sounding tersebut sepanjang lokasi yang mempunyai potensi lapisan batubara.
3. Hasil perhitungan dan analisis software res2dinv kemudian dinasabahkan dengan data geologi lokal dan regional daerah penelitian, sehingga akurasi ketebalan dan keterdapatan lapisan batubara akurat.
Pengolahan data hasil perhitungan pengukuran geolistrik resistivity dilakukan di Laboratorium Geologi Laut dan Geofisika Jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.    Data yang diperoleh dari pengukuran berupa harga besar arus (I) dan beda potensial (V) titik pengamatan.
2.    Harga resistivitas semu dihitung dari faktor konfigurasi pengukuran dan perbandingan harga beda potensial (V) dan kuat arus (I) pengukuran.
3.    Harga resistivitas semu yang telah didapatkan dari perhitungan lapangan dipetakan terhadap kedalaman semu, kemudian dimasukkan ke dalam program SURFER untuk melakukan konturing sehingga diperoleh penampang harga resistivitas semu terhadap semua kedalaman semu untuk setiap lintasan pengukuran di titik geolistrik tersebut.
4.    Penampang resisitivitas semu di atas digunakan untuk menginterpolasi data resisitivitas semu ideal dengan asumsi bahwa perlapisan bawah permukaan antar titik pengukuran saling berhubungan.
5.    Hasil interpolasi dijadikan input untuk memasukkan data ke dalam program RES2DINV untuk melakukan  pemodelan lapisan resistivitas tanah bawah permukaan dengan bantuan komputer.
6.    Pemodelan resistivitas bawah permukaan dilakukan dengan menggunakan inversi metode sehingga untuk setiap lintasan akan diperoleh penampang model perlapisan resistivitas listrik bawah permukaan, dengan menentukan nilai resistivity lapisan batubara berdasarkan hasil pengukuran nilai Resisitivity di atas lapisan  batubara tersebut di lapangan.
















D.                PENGELOLAAN DATA
Pelaksanaan pengukuran geolistrik  resistivity  di daerah Masserengpulu dilakukan sebanyak 7 titik sounding dengan menghasilkan 6 buah penampang resistivity yang disebar pada lokasi daerah singkapan batubara, sekitar lokasi singkapan dan daerah yang diperkirakan masih mempunyai potensi lapisan batubara.
Hasil penampang  resistivity  berdasarkan pengolahan  software Res2dinv dan penasabahan data geologi di daerah  penelitian menghasilkan gambaran potensi lapisan batubara di daerah Massenrengpulu yang secara umum dapat dijelaskan secara detail untuk tiap lintasan pengukuran sebagai berikut :
a.Lintasan 1 pada titik GL.14
Titik GL.14 yang menghasilkan lintasan 1 penampang resistivity dapat dijelaskan bahwa sebaran nilai resistivitas  bawah permukaan yang ditandai oleh variasi warna pada gambar dibawah lapisan batubara berada pada kedalaman antara 7.5  – 10 meter di bawah permukaan (warna hitam), dengan ketebalan rata-rata sekitar 2.5 meter yang tidak menerus tetapi diperkirakan terdapat hanya secara setempat-setempat.
    

Gambar lintasan  hasil pengukuran geolisitrik Titik GL-14 di daerah   massenrenpulu
E.                 INTERPRETASI DATA
Berdasarkan hasil pemetaan geologi setempat diketahui luas areal pelamparan yang mempunyai sisipan lapaisan  batubara sekitar 120 Ha dengan persentasi areal yang mengandung lapisan sekitar 15%. Ketebalan rata-rata lapisan batubara di Daerah ini dari total dua lapisan hanya sekitar 2,5 meter, dan berat jenis batubara itu sendiri adalah sebesar 1,3 ton/m3.
 Berdasarkan data luas penyebaran batubara (120 Ha x 15%) di kali dengan ketebalan rata-rata lapisan batubara (2,5 meter) serta berat jenis batubara, maka jumlah cadangan batubara di Daerah Massenrengpulu hanya sekitar 0,585 juta ton dengan kualitas secara pengamatan makro berupa bituminous.
                               
                              
Gambar  peta di atas adalah gambar daerah massenrengpulu kecamatan lamuru,provinsi
Sulawesi seletan.
F.                 KESIMPULAN
     Dari penelitian yang dilakukan menggunakan mettode magmatic untuk menentukan kandungan batubara di daeran massenrengpulu kecamatan lamuru,kabupaten bone provinsi Sulawesi selatan dimana Lapisan batubara yang terindikasi di Daerah Massenrengpulu, Kecamatan Lamuru, Kabupaten Bone terdapat sebagai sisipan di batulempung pada Formasi Mallawa dengan ketebalan yang bervariasi. Singkapan batubara di Daerah Massenrengpulu kedudukan relatif barat laut – tenggara dan kemiringannya 5- 23, ketebalan agak tipis antara 0,56 – 1,76 meter, ciri-ciri batubara di lokasi ini berwarna kusam kehitaman, melapuk dan banyak pecah-pecah dengan pecahannya menyudut, sebagian konkoidal, mengandung oksida besi.













DAFTAR PUSTAKA
www://academia.edu/Analisis-Potensi-Cadangan-Batubara memakai metode magnetic (di akses pada tanggal 25 desember 2015 pukul 01:00)
www://download.portalgaruda.org/ Identifikasi Penyebaran Dan Ketebalan Batubara  Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas, 2008. ( Diakses tanggal 25 Desember 2015 Pukul 12:30)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar